Senin, 10 Desember 2012

Syekh Umar Bakri Muhammad jelaskan kesesatan Syi’ah Rafidhoh

 Syekh Umar Bakri Muhammad, dalam bukunya Ahlus Sunnah wal Jama'ah, Keimanan, Sifat, dan Kualitasnya (Gema Insani, Jakarta 2005) menjelaskan perbedaan antara Ahlus Sunnah dengan Ahlus Syi'ah. Dalam bukunya yang lain, Islam Standar, Melacak Jejak Salafusshaleh (Cicero, Jakarta, 2010), beliau juga menjelaskan pandangan ulama terhadap Syi'ah Rafidhoh. Berikut penjelasannya.

Siapakah Syi'ah Rafidhoh? 

Dalam penggunaan di bidang politik, sunnah atau Ahlus Sunnah berarti sekelompok masyarakat (komunitas) yang berlawanan dengan Syi'ah (kita tidak bicara tentang Syi'ah di masa Imam Ali r.a., mereka dari kalangan Ahlus Sunnah. Kita bicara tentang kelompok Syi'ah Rafidhoh yang ada sekarang ini). Sehingga ketika dikatakan Ahlus Sunnah, kita mengartikannya seseorang yang percaya bahwa khalifah pertama adalah Abu Bakar, kemudian Umar, Utsman, dan Ali r.a. Sedangkan kelompok Syi'ah Rafidhoh berbicara tentang 12 imam dan pengetahuan mereka tentang hal gaib serta kesempurnaan mereka.

Untuk alasan persoalan ini, sesungguhnya ada persoalan yang sangat penting yang membedakan antara Ahlus Sunnah dan Syi'ah Rafidhoh selain keduanya berada dalam jalan yang berbeda. Lalu siapakah yang dimaksud dengan golongan Syi'ah Rafidhoh?

Syekh Umar Bakri menjelaskan hakikat Syiah Rafidhoh secara terperinci di dalam bukunya Ahlus Sunnah wal Jama'ah di halaman 73. Menurut beliau, As Syi'ah Ar –Raafidiyah dewasa ini dikenal juga dengan nama kaum Ja'fari, Imamiyah, dan Istna Asy'ariyyah (imam 12), yang tidak sama dengan kaum Syi'ah di masa Imam Ali. Mereka sesungguhnya mengikuti ide dan ajaran seseorang bernama Abdullah bin Saba.

Abdullah bin Saba adalah seorang Yahudi dari San'a di Yaman. Ibunya bernama Sauda. Abdul Hasan Asy'ari member komentar tentang Abdullah bin Saba:

"Abdullah bin Saba adalah seorang Yahudi. Dia menyimpan kemarahan yang hebat di hatinya terhadap keyakinan baru (Islam) yang menghancurkan dominasi kaum Yahudi dan kekuasaan terhadap kaum Arab di Madinah dan Hijaz. Dia memeluk Islam pada masa khalifah Utsman. Dia berpergian ke kota-kota seperti Hijaz, Basra, Kufah, dan Syria. Ke manapun dia pergi dia akan mencoba sebisa mungkin untuk meminta pandangan setengah penduduk kota tersebut. Akan tetapi, dia tidak dapat mewujudkan maksud baiknya.

Kemudian dia pergi ke Mesir dan menetap di sana. Dia mulai berjuang untuk merendahkan dan mengejek keyakinan masyarakat dengan mempercantik rencana jahatnya menjadi sesuatu yang elegan dan kenyataan yang bagus. Dia mendapati bahwa iklim opini di Mesir sangat menyenangkan untuk mewujudkan maksud jahatnya. Dia membuat jalan bagi kelancaran rencananya dengan pernyataannya, "Aku sungguh terkejut dengan sifat kalian. Kalian menyatakan tentang kebangkitan Kristus anak laki-laki Maryam ke dunia. Akan tetapi kalian mengingkari kebangkitan Muhammad ke dunia ini!"

Dia terus menghujamkan pendapatnya ke benak masyarakat, sehingga beberapa minggu kemudian orang-orang terperangkap pendapatnya dan mulai percaya bahwa Rasulullah akan bangkit kembali. Penyakit kedua yang dia sebarkan adalah bahwa masing-masing rasul punya seorang pelaksana yang menjalankan keinginannya. Dia akan mengatakan ‘Hai orang-orang, Ustman merebut kekuasaan dari Ali dan menyiksanya. Oleh karena itu, bangkitlah untuk berjuang dan mengembalikan pemerintahan kepada yang berhak. Kritiklah penguasa kalian dan ingkari apa yang mereka katakan dan yang mereka bangun. Dengan jalan ini kalian akan memenangkan hati masyarakat. Ibnu Saba juga mengorganisasi s ebuah brigade yang terdiri dari teman-teman dan sahabatnya untuk menyebarkan faham Mu'tazilah yang dia anut ke beberapa kota. Mereka saling berhubungan lewat surat untuk memantau perkembangan opini publik dan rencana jahat mereka yang pada akhirnya menuntut hidup khilafah sebelum pemilik halaman-halaman Kitabullah tergeletak di saat syahidnya."

Waspada kepada Syi'ah Rafidhoh! 

Syekh Umar Bakri menjelaskan dalam bukunya Ahlus Sunnah wal Jama'ah bahwa tidaklah cukup tempat dalam buku ini untuk memaparkan akidah kelompok yang menyimpang ini. Akan tetapi, untuk tujuan menjawab perselisihan di antara umat karena kelompok muslim Sunni ingin mengadakan rekonsiliasi dengan kelompok Syi'ah, kami menyarankan agar berhati-hati dan mengingat bahwa Allah SWT., berfirman,

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang tersembunyi di hati mereka lebih jahat. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu mengerti." (QS Ali Imran : 118)

Juga firman Allah SWT.,

"Jika (mereka berangkat bersamamu), niscaya mereka tidak akan menambah (kekuatan)mu, malah hanya akan membuat kekacauan, dan mereka tentu bergegas maju ke depan di celah-celah barisanmu untuk mengadakan kekacauan (di barisanmu) ; sedang di antara kamu ada orang-orang yang sangat suka mendengarkan (perkataan) mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang dzalim." (QS At Taubah : 47)

Syekh Umar Bakri mengakhiri penjelasan tentang Syi'ah Rafidhah dengan mencuplik ulama Syi'ah yang terkenal dan masyhur, Nimatullah al-Jazairi, yang menulis dalam kitabnya "al Anwar an-Nimaniyyah,

"Kami tidak bersepakat dengan mereka (as-Sunnah) tentang Allah, Rasul, atau para Imam, karena mereka berkata, "Tuhan mereka mengutus Muhammad SAW., sebagai seorang Rasul dan penggantinya adalah Abu Bakar." Sementara kita, kaum Syi'ah, tidak meyakini terhadap Tuhan yang mengirim pengganti dari Rasul-Nya yaitu Abu Bakar. Tuhan itu bukanlah Tuhan kami dan Rasul-Nya bukan Rasul kami."

Pandangan ulama terhadap Syi'ah Rafidhoh

Di dalam bukunya yang lain, Islam Standar, Melacak Jejak Salafusshaleh (Cicero, Jakarta, 2010), Syekh Umar Bakri Muhammad menjelaskan pandangan ulama terhadap Syi'ah Rafidhoh, yakni di halaman 100.

Pertama kali diawali oleh peristiwa yang sempat menarik perhatian, yaitu dari Muhammad Yusuf bin Yusuf yang berada di Kuffah. Ketika Muhammad Yusuf melihat sekelompok orang menghina sahabat, dia memerintahkan sekelompok orang tersebut untuk dibunuh. Ketika dia ditanya tentang seseorang yang menghina Abu Bakar r.a., dia menjawab agar tidak menshalatkan (shalat jenazah) orang tersebut dan tidak menyentuh jenazah penghina sahabat dengan tangan, melainkan mendorongnya dengan kayu hingga masuk ke dalam liang kubur.

Ketika ditanya tentang Syi'ah Rafidhoh, Imam Malik berpendapat, "Jangan berbicara kepada mereka atau meriwayatkan dari mereka, sungguh mereka adalah pembohong."

Dalam satu kesempatan Imam Syafi'i berkomentar tentang Syi'ah, "Saya tidak melihat di antara golongan ahli bid'ah yang lebih terkenal kedustaannya melebihi golongan Syi'ah Rafidhoh."

Dalam kesempatan yang lain dia berkata, "Riwayatkan ilmu yang kamu jumpai dari siapa pun kecuali dari Syi'ah Rafidhoh, sebab mereka membuat hadits-hadits palsu dan menjadikannya sebagai bagian dari agama mereka."

Disebutkan bahwa Ahmad bin Yunus berkata, "Jika seseorang Yahudi menyembelih seekor domba dan seorang dari golongan Rafidhoh menyembelih seekor domba, maka aku akan makan daging hasil sembelihan dari orang Yahudi sebab Rafidhoh adalah orang yang telah keluar dari Islam (murtad)."

Demikian juga, Imam Abu Bakar bin Haani memutuskan haram atas kaum Muslimin untuk memakan daging hasil sembelihan dari golongan Rafidhoh dan Mu'tazilah karena mereka telah kafir, tapi seseorang dapat makan daging dari orang-orang ahli kitab (sepanjang daging tersebut disembelih). Telah disebutkan bahwa Abdullah bin Idris berkata, "Golongan Rafidhoh (Syi'ah) tidak akan memiliki pembenaran dari perantara pada hari pengadilan nanti."

Disumberkan dari Fudail bin Marzouk bahwa pertama kali dia mendengar dari hasan Ibnu Hassan berkata kepada seorang laki-laki dari golongan Rafidhoh, "Demi Allah, membunuhmu adalah suatu perbuatan/amal yang baik, yang maka aku beribadah kepada Allah dengannya! Hanya saja aku tidak melakukannya karena kamu adalah tetangga dekatku."

Dalam sumber yang lain, percakapan itu berlanjut dan tetangganya merespon, "Semoga Allah memberkahimu. Aku tahu bahwa kamu sedang bergurau." Hassan bin Hassan menimpali, "Aku tidak sedang bergurau! Demi Allah, jika Allah memberikan kekuasaan kepada kami, maka kami akan memotong tangan dan kakimu karena keingkaranmu pada petunjuk (Islam)."

Wallahu'alam bis showab!

Artikel By : Arrahmah.com

Membongkar Kedok Rezim Nushairiyah Suriah

 Di banding Mesir dan Tunisia, gelombang demonstrasi rakyat Suriah menentang rezim Suriah menemui tembok penghalang yang lebih tebal, berat, dan tinggi. Ribuan muslim sunni telah gugur diterjang timah panas aparat keamanan Suriah selama masa demonstrasi yang telah berlangsung lebih dari empat bulan ini. Puluhan ribu muslim sunni lainnya mengalami luka-luka berat, dan jumlah yang lebih besar lagi terpaksa mengungsi ke daerah-daerah perbatasan Turki.
Oleh: Muhib  Al Majdi  / Arrahmah.com

Tidak banyak kaum muslimin yang mengetahui hakekat peristiwa yang tengah terjadi di Suriah. Banyak di antara kaum muslimin yang menyangka kebiadaban rezim Suriah tersebut semata-mata didasari oleh kepentingan politik untuk menyelamatkan kekuasaan rezim Partai Baath, partai sosialis yang telah mencengkeram rakyat Suriah selama puluhan tahun dengan kekuatan senjata. Belum banyak yang tahu bahwa kebiadaban rezim partai Baath juga dilatar belakangi oleh faktor ideologi dan agama. Ya, partai Baath telah didominasi oleh kelompok Nushairiyah sejak era Hafizh Asad. Kelompok Nushairiyah merupakan bagian dari sekte Syi'ah esktrim yang telah dihukumi murtad dari Islam oleh seluruh ulama kaum muslimin. Jadi, rezim Syi'ah esktrim tengah mempertontonkan kebiadannya kepada mayoritas rakyat yang beragama Islam, ahlus sunnah wal jama'ah. Demonstrasi damai versus kebiadaban militer di Suriah sejatinya adalah pertaarungan dua agama: Islam versus Nushairiyah.

Tidak heran bila Iran yang beragama Syi'ah Imamiyah (biasa juga disebut Syi'ah Itsna Atsariyah atau Syi'ah Ja'fariyah) getol memberikan dukungan militer, politik, dan ekonomi kepada rezim Syi'ah Suriah. Dua aliran Syi'ah ekstrim telah bertemu untuk menghabisi musuh bersama; mayoritas rakyat Suriah yang beragama Islam aliran Ahlus Sunnah. Bila ditambah kekuatan Syi'ah Lebanon (dengan milisi Hizbul Laata ---plesetan dari nama sebenarnya, Hizbullah), kekuatan Israel, dan Kristen Libanon yang juga memusuhi Ahlus Sunnah; maka rakyat muslim sunni Suriah tengah terkepung dari seluruh penjuru. Umat Islam sedunia sudah seharusnya terus memberikan dukungan kepada perjuangan rakyat Suriah, sebagaimana dukungan mereka kepada perjuangan rakyat muslim Mesir, Tunisia, dan Palestina. Para ulama dan tokoh umat Islam wajib membongkar kedok rezim Nushairiyah Suriah, sehingga wala' dan bara' kaum muslimin jelas. Berikut ini sebagian fatwa ulama Islam yang menjelaskan hakekat kelompok Nushairiyah dan partai Baath.

Fatwa tentang Sekte Nushairiyah

Fadhilah syaikh Hamud bin ‘Uqla Asy-Syu'aibi hafizhahullah

As salaamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakaatuh

Siapa sebenarnya kelompok Nushairiyah itu? Kepada siapa mereka menisbahkan diri? Kapan kelompok ini muncul? Di negeri mana saja keberadaannya? Bagaimana ajaran agama mereka? Bagaiamana pendapat para ulama tentang mereka? Bolehkah memberikan ucapan selamat atas hari-hari kebahagiaan mereka dan memberikan ucapan bela sungkawa atas musibah yang menimpa mereka? Bolehkah menshalatkan jenazah mereka?

Berilah kami fatwa dalam masalah ini, semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan

Jawab:

Segala puji bagi Allah Rabb seluruh alam. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada nabi Muhammad, keluarga, dan seluruh shahabatnya. Amma ba'du…
Jawaban atas beberapa pertanyaan di atas membutuhkan satu jilid buku tersendiri. Untuk itu, kami akan menjawab secara ringkas saja:

Nushairiyah adalah salah satu kelompok Syi'ah ekstrim yang muncul pada abad ketiga Hijriyah. Berbagai aliran keagamaan yang kafir seperti Bathiniyah, Ismailiyah, Budha, dan sekte-sekte kafir yang berasal dari agama Majusi masuk bergabung ke dalam kelompok Nushairiyah. Nushairiyah banyak terdapat di Suriah dan negara-negara yang bertetangga dengan Suriah.

Nushairiyah menisbahkan kelompoknya kepada seorang yang bernama Muhammad bin Nushair An-Numair, yang mengklaim dirinya sebagai nabi dan menyatakan bahwa Abul Hasan Al-Askari ----imam ke-11 kelompok Syi'ah--- adalah Tuhan yang telah mengutus dirinya sebagai nabi.

Ajaran agama Nushairiyah tegak di atas dasar akidah yang rusak dan ritual-ritual ibadah yang usang hasil pencampur-adukkan dari ajaran Yahudi, Nashrani, Budha, dan Islam. Di antara akidah sesat kelompok Nushairiyah adalah:

1.    Kultus individu yang esktrim terhadap diri sahabat Ali bin Abi Thaib dengan meyakini beliau adalah Rabb (Tuhan Yang Maha Menciptakan, Maha Mematikan, Maha Memberi rizki, Maha Mengatur alam—edt), Ilah (Tuhan yang berhak disembah—edt),  dan Pencipta langit, bumi, dan seluruh makhluk. Di antara bentuk penyembahan mereka kepada Ali bin Abi Thalib adalah semboyan agama mereka:

( لا إله إلا حيدرة الانزع البطين ، ولا حجاب عليه إلا محمد الصادق الأمين ، ولا طريق إليه إلا سلمان ذو القوة المتين ..)

"Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Haidarah (Singa betina, julukan Ali—edt) ksatria yang terpercaya 

Tiada hijab (penghalang) atasnya kecuali Muhammad Ash-Shadiq Al-Amin (yang jujur lagi terpercaya)

Dan tiada jalan menujunya kecuali Salman Dzul Quwwatil Matin (pemilik kekuatan yang perkasa)."

 Dari semboyan mereka ini nampak jelas bahwa kelompok Nushairiyah lebih kafir dari kaum Yahudi, Nasrani, dan kaum musyrik sekalipun karena dengan ucapan ini mereka menyandarkan penciptaan dan pengaturan seuruh makhluk kepada Ali bin Abi Thalib. Sedangkan kaum Yahudi, Nasrani, dan musyrik mengakui bahwa Allah SWT adalah Sang Pencipta dan Sang Pengatur urusan seluruh makhluk.

2.    Mereka meyakini reinkarnasi, yaitu meyakini bahwa jika seorang manusia meninggal dunia maka ruhnya berpisah dengan jasadnya dan memasuki jasad makhluk lain. Baik jasad manusia maupun jasad hewan, sesuai jenis amal perbuatannya saat ia masih hidup. Jika amal perbuatannya baik, maka ruhnya akan menempati jasad manusia atau hewan yang mulia. Adapun jika amal perbuatannya buruk, maka ruhnya akan menempati jasad hewan yang hina, seperti anjing dan lain sebagainya. Hakekat dari keyakinan ini adalah meyakini bahwa dunia ini tidak akan rusak, tidak akan pernah berakhir, tidak ada kebangkitan setelah mati, tidak ada surga, tidak ada neraka…ruh akan senantiasa berpindah dari satu jasad ke jasad lainnya sampai suatu saat yang tidak akan pernah berakhir. Keyakinan yang rusak ini mereka ambil dari agama Budha, karena keyakinan reinkarnasi adalah salah satu pokok ajaran agama Budha.

3.    Di antara pokok ajaran akidah mereka yang sangat mengakar kuat adalah kebencian dan permusuhan yang sangat keras terhadap Islam dan kaum muslimin. Sebagai bentuk permusuhan dan kebenciaan mereka kepada Islam, mereka menjuluki shahabat Umar bin Khatab dengan julukan ‘Iblisul Abalisah' (rajanya para iblis). Adapun tingkatan iblis  setelah Umar menurut keyakinan mereka adalah Abu Bakar kemudian Utsman.

4.    Mereka mengharamkan ziarah ke kuburan Nabi Muhammad SAW karena di samping makam beliau SAW terdapat makam shahabat Abu Bakar Ash-Shidiq dan Umar bin Khathab.

Pada zaman dahulu keberadaan agama sesat Nushairiyah ini terbatas pada sebuah tempat di negeri Syam dan mereka tidak diberi peluang untuk memegang posisi dalam bidang pemerintahan maupun bidang pengajaran, berdasar fatwa syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Keadaan itu terus berlanjut sampai akhirnya penjajah Perancis menduduki negeri Syam. Perancis memberi mereka julukan baru ‘Al-Alawiyyin' (keturunan atau pendukung Ali bin Abi Thalib—edt), memberi mereka kesempatan mendiami seantero negeri Syam, dan mengangkat mereka sebagai pemegang jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan penjajah Perancis di Syam.

Adapun pendapat para ulama Islam tentang kelompok Nushairiyah…sesungguhnya para ulama Islam telah menyatakan Nushairiyah adalah kelompok yang telah keluar dari agama Islam (kelompok murtad—edt), karena agama mereka tegak di atas dasar syirik, keyakinan reinkarnasi, pengingkaran terhadap kehidupan setelah mati, surga, dan neraka.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah telah ditanya tentang status kelompok Nushairiyah, maka beliau menjawab:

الحمد لله رب العالمين .. هؤلاء القوم المسمون بالنصيرية هم وسائر أصناف القرامطة الباطنية اكفر من اليهود والنصارى بل اكفر بكثير من المشركين ، وضررهم على أمة محمد صلى الله عليه وسلم أعظم من ضرر الكفار المحاربين فإن هؤلاء يتظاهرون عند جهال المسلمين بالتشيع وموالاة أهل البيت وهم في الحقيقة لا يؤمنون بالله ولا برسوله ولا بكتابه ولا بأمر ولا بنهي ولا ثواب ولا عقاب ولا بجنة ولا بنار ولا بأحد من المرسلين قبل محمد صلى الله عليه وسلم ولا بملة من الملل ولا بدين من الأديان السالفة بل يأخذون من كلام الله ورسوله المعروف عند علماء المسلمين ويتأولونه على أمور يفترونها ويدعون أنها علم الباطن من جنس ما ذكره السائل …)

"Segala puji bagi Allah Rabb seluruh alam. Kelompok yang dinamakan Nushairiyah tersebut dan seluruh kelompok Qaramithah Bathiniyah (salah satu sekte Syi'ah yang ekstrim—edt) yang lain adalah orang-orang yang kekafirannya lebih parah dari kekafiran kaum Yahudi dan Nashrani, bahkan kekafirannya lebih berat dari kekafiran kebanyakan kaum musyrik. Bahaya mereka (kelompok Nushairiyah dan Qaramithah Bathiniyah—edt) terhadap kaum muslimin lebih besar dari bahaya kaum kafir yang memerangi Islam, karena mereka menampakkan dirinya sebagai orang-orang Syi'ah yang loyal kepada ahlul bait di hadapan kaum muslimin yang bodoh. Padahal sejatinya mereka tidak beriman kepada Allah, rasul-Nya, kitab-Nya, perintah, larangan, pahala, siksa, surga, neraka, maupun seorang rasul pun sebelum Muhammad SAW. Mereka juga tidak mengimani adanya ajaran rasul dan agama samawi terdahulu apapun. Mereka hanya mengambil sebagian firman Allah dan sabda rasul-Nya yang dikenal di kalangan ulama Islam, lantas mereka melakukan ta'wil sesat yang mereka ada-adakan dan mereka klaim sebagai ilmu bathin semisal yang telah disebutkan oleh penanya di atas…"

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah melanjutkan jawabnnya sampai pada perkataan beliau: "Sudah diketahui bersama bahwa pesisir pantai negeri-negeri Syam jatuh ke tangan pasukan Nasrani (tentara Salib—edt) dari arah mereka (kelompok Nushairiyah). Mereka selalu membantu setiap musuh Islam. Menurut mereka, di antara musibah terbesar yang menimpa mereka adalah kemenangan kaum muslimin atas pasukan Tartar…" Fatwa beliau cukup panjang, dan kami cukupkan dengan kutipan pendek di atas.

Adapun mengucapkan selamat atas hari-hari bahagia mereka, mengucapkan bela sungkawa atas musibah yang menimpa mereka, dan menshalatkan jenazah mereka adalah perbuatan yang diharamkan dan tidak diperbolehkan, karena menyelisihi kaedah wala' dan bara' yang merupakan salah stau ajaran pokok yang urgen dalam pokok-pokok ajaran tauhid.

Demikian jawaban ringkas yang bisa saya sampaikan.
Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada nabi Muhammad SAW, keluarga, dan para shahabatnya.

Hamud bin ‘Uqla Asy-Syu'aibi
25 Rabi'ul Awwal 1421 H

Fatwa tentang Partai Baath

Soal:
Fadhilah syaikh…kami mengharapkan Anda berkenan menuliskan fatwa tentang partai sosialis Ba'ath Arab dan hukum bergabung dengan partai tersebut. Semoga Allah SWT membalas Anda dengan kebaikan

Jawab:

 Segala puji bagi Allah Rabb seluruh alam.

Partai sosialis Baath Arab adalah sebuah partai nasionalis rasis sekuleris permisif, tegak di atas dasar memisahkan agama dari negara, politik, dan aspek kehidupan. Partai ini dengan seluruh dasar-dasarnya, tujuan-tujuannya, sarana-sarananya, pembentukannya, dan seluruh bagian-bagiannya bertolak belakang dan menyelisihi syariat dan ajaran Islam. Partai ini hanya mampu menyeret umat Islam kepada kehinaan, keterbelakangan, kemiskinan, dan kekalahan demi kekalahan.

Lebih dari itu, dari dahulu sampai sekarang partai ini menjadi topeng bagi kekuasaan kelompok Nushairiyah yang kafir, keluar dari Islam, dan berkhianat di Suriah. Melalui partai kafir ini, kelompok Nushairiyah yang berkuasa melampiaskan seluruh kedengkian kelompoknya yang keji terhadap Islam dan kaum muslimin. Sejarah kontemporer kelompok Nushairiyah menjadi saksi atas hal ini.

Dengan demikian, ia adalah partai kafir dari aspek pembentukan, sarana, tujuan, dan organisasinya. Seorang yang memahami hakekat Islam dan hakekat partai ini serta pengikutnya tentu tidak akan ragu sedikit pun atas hukum ini. Maka tidak boleh berkoalisi, bergabung, atau mengkampanyekan partai ini.

Barangsiapa melakukan hal itu atas dasar sukarela tanpa ada paksaan yang dibenarkan oleh syariat, hanya karena mencari mata pencaharian, jabatan, atau alasan semisal meskipun ia tidak meyakini dasar-dasar dan tujuan-tujuan partai ini, maka ia telah kafir keluar dari agama Islam (murtad) sampai ia bertaubat dan berlepas diri secara lahir dan batin dari partai ini dan para pengikutnya. Ia dihukumi kafir murtad, sekalipun lisannya mengakui dirinya adalah seorang muslim, namun perbuatannya mendustakan pengakuan lisannya tersebut. Allah SWT berfirman:

{ مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْأِيمَانِ وَلَكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْراً فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ }

Artinya:
Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. (QS. An-Nahl (16): 106)

Barangsiapa menampakkan kekafiran dengan ucapan atau perbuatan tanpa ada paksaan atau penghalang lainnya yang diakui oleh syariat…maka ia telah kafir, membuka hatinya lebar-lebar untuk menerima kekafiran, terkena murka Allah dan siksaan yang pedih di akhirat.

Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan seluruh shahabatnya.

Syaikh Abu Bashir Abdul Mun'im Musthafa Hulaimah Ath-Thathusyi

Artikel By: Arrahmah.com

Sejarah keji agama Syi'ah Rafidhah

 Banyak kaum muslimin yang tertipu oleh 'kegarangan' negara Syiah Rafidhah Iran terhadap Barat. Mereka menyangka Syiah Rafidhah adalah bagian dari Islam, bahkan pahlawan yang membela kaum muslimin. Padahal Syiah Rafidhah adalah agama tersendiri di luar Islam. Syiah Rafidhah juga tidak membela kaum muslimin. Justru sejarah Syiah Rafidhah sejak pertama muncul hingga hari ini selalu bersekongkol dengan musuh-musuh Islam dalam memerangi kaum muslimin.
Syiah Rafidhah bersekongkol dengan pasukan salibis Eropa dalam menginvasi Palestina dan Syam pada masa perang Salib. Setelah itu Syiah Rafidhah bersekongkol dengan pasukan Mongol dalam menjatuhkan daulah Abbasiyah dan mencaplok wilayah Islam. Negara Syiah Rafidhah Shafawiyah Iran juga bersekongkol dengan Inggris, Perancis, Spanyol, Portugis, dan Barat dalam memerangi daulah Utsmaniyah.
Kini, Syiah Rafidhah Iran bersekongkol dengan Syiah Yaman dan Syiah Nushairiyah dalam membantai kaum muslimin. Untuk menutupi kedoknya, Syiah Rafidhah Iran menampakkan diri seakan-akan memusuhi Israel dan AS. Padahal banyak bukti menunjukkan persekongkolan mereka di belakang layar demi memerangi kaum muslimin.
Berikut ini ringkasan sejarah agama Syiah Rafidhah, kanker umat dan penyakitnya yang ganas. Dengan izin Allah, kami menjelaskan peristiwa-peristiwa paling penting yang memiliki kaitan langsung dengan sejarah Syiah Rafidhah dalam memerangi kaum muslimin. Semoga bermanfaat bagi kaum muslimin secara umum.
Dengan nama Allah, saya memulai:

14 H: Tahun ini merupakan asal muasal cekikan kelompok Rafidhah terhadap Islam dan kaum muslimin. Hal itu dikarenakan pada tahun ini terjadi perang Qadisiyah, di mana kaum muslimin meraih kemenangan telak atas nenek moyang kelompok Rafidhah, yaitu bangsa Persia Majusi. Peristiwa ini terjadi pada masa pemerintahan Umar bin Khathab RA.

16 H: Ibukota imperium Persia, Madain, jatuh ke tangan kaum muslimin. Peristiwa ini meninggalkan kekecewaan, kemarahan, dan kebencian yang mendalam dalam hati kelompok Rafidhah.

23 H: Abu Lu'luah al-Majusi membunuh khalifah Umar bin Khatab RA. Kelompok Rafidhah memberi Abu Lu'luah gelar Baba Alauddin, sebagai symbol dan tokoh penting mereka dalam memerangi Islam.

34 H:  Abdullah bin Saba' seorang Yahudi dari Shan'a yang bergelar Ibnu Sauda' muncul dan menampakkan dirinya masuk Islam secara lahir meski dalam hatinya memendam kekafiran. Ia mulai menggerakkan kelompok-kelompok untuk melawan khalifah Utsman bin Affan. Provokasinya berhasil dan orang-orang yang menjadi pengikutnya membunuh khalifah Ustman bin Affan pada tahun 35 H.
Aqidah Abdullah bin Saba' memiliki akar pada ajaran Yahudi, Nasrani, dan Majusi yaitu penuhanan Ali bin Abi Thalib, pewasiatan kepemimpinan baginya, raj'ah (Ali akan hidup kembali di akhir zaman untuk menghukum lawan-lawan politiknya), wilayah, imam, bada', dan lain-lain.

36 H: Satu malam sebelum terjadinya perang Jamal, kedua belah pihak sahabat berdamai dan bermalam dengan tenang. Adapun Abdullah bin Saba' dan para pengikutnya tidak tinggal diam. Mereka melakukan kekacauan di kedua belah barisan sehingga mereka berhasil menyebabkan kesalah pahaman dan peperangan di antara kedua belah pihak. Pada masa kekhalifah Ali bin Abi Thalib, para pengikut Abdullah bin Saba' (Saba'iyah) mendatangi Ali dan menyatakan secara terus terang bahwa Ali adalah Tuhan yang menciptakan dan memberi rizki mereka. Ali meminta mereka untuk bertaubat namun mereka tidak mau bertaubat, maka Ali menghukum mati mereka dengan hukuman bakar.

41 H: Tahun yang paling dibenci oleh kelompok Rafidhah, di mana kaum muslimin bersepakat untuk mengakui satu khalifah yaitu Mu'awiyah bin Abi Sufyan RA. Hasan bin Ali mengundurkan dirinya dari jabatan khalifah dan tahun tersebut dikenal dengan nama tahun jama'ah. Makar Rafidhah untuk memecah belah kaum muslimin gagal.

61 H: Husain bin Ali RA terbunuh pada tanggal 10 Muharam setelah para pengikutnya mengkhianatinya dan membiarkannya sendirian menghadapi pasukan daulah Umawiyah.

260 H: wafatnya Hasan Al-Askari yang dianggap sebagai imam ke-11 kelompok Rafidhah. Maka muncul kelompo Rafidhah Itsna Asyariyah yang meyakini imam mereka adalah imam yang ditunggu-tunggu karena masih bersembunyi di sebuah gua di Samira, yaitu Muhammad bin Hasan al-Askari. Padahal Hasan al-Askari meninggal tanpa memiliki anak. Rafidhah Itsna Asyariyah meyakini imam Muhammad bin Hasan al-Askari adalah imam Mahdi yang akan keluar untuk menegakkan kerajaan Rafidhah dan menghukum lawan-lawan politiknya.

277 H: Di kota Kufah muncul kelompok Qaramithah Rafidhah, dipimpin oleh Hamdan bin Asy'ats yang bergelar Qarmith.

278 H: Di Ahsa' dan Bahrain muncul kelompok Qaramithah Rafidhah di bawah pimpinan Abu Sa'id al-Janabi ar-Rafidhi.

280 H: berdiri kerajaan Syiah Zaidiyah Rafidhah di Sha'dah dan Shan'a, Yaman, dengan pemimpinnya Husain bin Qasim ar-Rasi.

297 H: Berdiri kerajaan Ubaidiyah Rafidhah di Mesir dan Magrib (Maroko dan Afrika Utara), di bawah pimpinan Ubaidullah bin Muhammad al-Mahdi. Mereka menipu kaum muslimin dengan mengklaim sebagai keturunan ahlul bait dan mereka menamakan kerajaan mereka kerajaan Fathimiyah.

317 H: Pemimpin Qaramithah Rafidhah di Ahsa dan Bahrain, Abu Thahir ar-Rafidhi bersama kelompoknya berhasil menguasai kota Makkah pada hari Tarwiyah, 8 Dzulhijah. Mereka membantai jama'ah haji di masjidil haram, membuang mayat-mayat mereka ke sumur zam-sam, dan mencongkel Hajar Aswad kemudian mereka bawa ke Ahsa'. Hajar Aswad tetap mereka kuasai di Ahsa' sampai tahun 335 H. Adapun kekuasaan mereka di Ahsa' bertahan sampai tahun 466 H.
Pada tahun 317 H berdiri pula kerajaan Hamdaniyah Rafidhah di Maushil (Irak) dan Halb (Suriah). Kerajaan ini tumbang pada tahun 394 H.

329 H: Tahun ini oleh kelompok Rafidhah disebut tahun Ghaibah Kubra (persembunyian skala besar), di mana mereka mengklaim telah sampai kepada mereka sebuah surat dengan tanda tangan imam Mahdi yang mereka tunggu-tunggu. Menurut klaim mereka, dalam surat tersebut imam Mahdi menulis: "Telah terjadi ghaibah (persembunyian) secara sempurna maka tidak akan muncul kecuali setelah mendapat izin Allah. Maka barangsiapa mengklaim melihat aku niscaya ia adalah seorang pendusta yang mengada-ada." Surat palsu tersebut mereka buat karena para ‘dukun'mereka kewalahan menghadapi pertanyaan pengikut awam mereka tentang kapan waktu kemunculan imam Mahdi yang mereka tunggu-tunggu.

334 H: berdiri kerajaan Buwaihiyah Rafidhah di Dailam dengan pemimpinnya Abu Syuja' ad-Dailami. Mereka melakukan perusakan di Baghdad dan pada masa mereka caci makian terhadap generasi sahabat beredar luas.

339 H: Hajar Aswad dikembalikan oleh pemimpin Qaramithah Rafidhah di Ahsa' ke Makkah atas perantaraan raja Ubaidiyah Rafidhah Mesir.

352 H: Penguasa kerajaan Buawihiyah yang mendominasi kerajaan Abbasiyah memerintahkan rakyat untuk menutup pasar-pasar pada hari Asyura, melarang jual beli, menyalakan lilin, para wanita keluar rumah dengan rambut terurai dan menampar pipi di pasar-pasar. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, di Baghdad dilaksanakan peringatan ratapan atas terbunuhnya Husain bin Ali.

358 H: Kelompok Ubaidiyah Rafidhah menguasai Mesir dan mendirikan kerajaan Ubaidiyah. Rajanya yang paling menonjol adalah Al-Hakim bi-Amrillah yang mengklaim dirinya sebagai Tuhan dan mempropagandakan ajaran reinkernasi. Dengan runtuhnya kerajaan Ubaidiyah ini pada tahun 568 H, berdirilah kelompok Druz Bathiniyah.

402 H:  Para ulama, pejabat, dan tokoh masyarakat di Baghdad berkumpul dan sepakat mengeluarkan fatwa tentang kepalsuan nasab penguasa Ubaidiyah Rafidhah Mesir, kecacatan akidah mereka, mereka adalah orang-orang zindiq dan kafir. Fatwa tersebut ditanda tangani oleh ulama, pejabat, dan tokoh masyarakat dari kalangan ahlus sunnah dan Syiah sendiri.

 408 H: Penguasa Ubaidiyah Rafidhah Mesir, Al-Hakim bi-Amrillah mengklaim dirinya sebagai Tuhan. Ia dua kali berencana membongkar makam Nabi SAW dan memindahkan jenazah beliau ke Mesir. Rencana pertama ditentang masyarakat Mesir. Rencana kedua, ia mengirim orang-orangnya dengan menyewa rumah di dekat masjid nabawi. Mereka mulai menggali terowongan ke arah makam Nabi SAW, namun usaha mereka terbongkar dan penduduk Madinah membunuh mereka.

483 H: Berdiri kelompok Hasyasyiyin yang mempropagandakan kekuasaan politik kerajaan Ubaidiyah Rafidhah Mesir. Pemimpinnya adalah Hasan ash-Shabah, yang memulai gerakannya dari propinsi Faris tahun 473 H.

500 H: Penguasa Ubaidiyah Rafidhah membangun bangunan makam di Mesir yang mereka namakan Tajul Husain (mahkota Husain). Mereka mengklaim di dalamnya ada kepala Husain bin Ali. Mereka berziarah ke bangunan makam tersebut sampai hari ini.

656 H: Pengkhianatan terbesar kelompom Rafidhah melalui pemimpinnya, Nashiruddin ath-Thusi dan Ibnu Alqami, yang bersekongkol dengan pasukan Mongol sehingga pasukan Mongol dipimpin Hulakho Khan berhasil meruntuhkan kerajaan Abbasiyah dan menghancur leburkan ibukota Baghdad. Pasukan Mongol membantai dua juta muslim, termasuk kalangan ahlul bait yang kelompok Rafidhah mengklaim secara dusta sebagai pecinta dan pembela mereka. Pada tahun ini pula muncul kelompok Nushairiyah Rafidhah di bawah pimpinan Muhammad bin Nuhsair ar-Rafidhi.

907 H: Berdiri kerajaan Shafawiyah Rafidhah di Iran di bawah pimpinan Shah Ismail bin Haidar ash-Shafawi ar-Rafidhi. Ia membantai satu juta lebih muslim ahlus sunnah di Iran karena mereka tidak mau dipaksa memeluk agama Rafidhah. Ketika ia mendatangi Baghdad, ia mencaci maki secara terang-terangan khulafa' rasyidin, membantai warga mulsim yang tidak mau memeluk agama Rafidhah, dan membongkar banyak makam ahlus sunnah, di antaranya makam imam Abu Hanifah.
Di antara peristiwa yang menonjol dalam sejarah kerajaan Shafawiyah Rafidhah adalah pemimpinnya, Shah Abbas al-Kabir as-Shafawi memulai program haji ke Mashad Iran sebagai ganti dari berhaji ke Makkah. Pada masa Shafawiyah, muncul Shadruddin ash-Shairazi ar-Rafidhi yang membentuk agama Bahaiyah. Pengikutnya, Mirza Ali Muhammad ash-Shairazi ar-Rafidhi mengklaim bahwa Allah telah bersatu dengan jasadnya (manunggaling kawula lan gusti). Ia digantikan oleh muridnya, Bahaullah.
Jejaknya ditiru oleh Mirza Ghulam Ahmad di India, seorang boneka Inggris yang mengklaim dirinya sebagai nabi baru, menerima kitab suci baru, dan mendirikan agama Qadiyaniyah. Kerajaan Shafawiyah runtuh pada tahun 1149 H.

1218 H: Seorang Rafidhah yang keji datang dari Irak ke Dir'iyah (pusat pemerintahan kerajaan Arab Saudi waktu itu) dan menampakkan dirinya sebagai ahli ibadah yang hidup zuhud. Seperti halnya Abu Lu'luah al-Majusi yang pura-pura ikut shalat untuk membunuh khalifah Umar bin Khatab, orang Rafidhah Irak ini juga pura-pura ikut shalat Ashar di masjid Tharif di kota Dir'iyah. Saat raja Abdul Aziz bin Muhammad bin Sa'ud yang mengimami shalat sedang sujud, orang Rafidhah ini mencabut belati yang telah disembunyikan di balik bajunya dan menusukkannya kepada raja Abdul Aziz. Raja Abdul Aziz meninggal akibat peristiwa itu. Orang Rafidhah ini membunuh raja Abdul Aziz karena ia dan pasukannya meratakan bangunan makam Husain bin Ali di Karbala ketika menundukkan wilayah tersebut.

1289 H: Iran mencetak dan menerbitkan buku ‘Fashlul Khithab fi Itsbat tahrif Kitab Rabb al-Arbab karya ulama Rafidhah dari Nejef, Irak bernama haji Mirza Husain bin Muhammad Nuri ath-Thibrisi. Dalam buku tersebut, ia mengumpulkan seluruh pernyataan ulama Rafidhah yang menyatakan Al-Qur'an yang berada di tangan kaum muslimin adalah Al-Qur'an yang telah ditambah dan dikurangi, dan Rafidhah memiliki kitab suci tersendiri yang disebut Mushaf Fatimah, yang menurut pernyataan mereka tidak satu huruf pun dalam Al-Qur'an yang sama dengan isi mushaf Fatimah. Isi (jumlah surat dan ayat) mushaf Fatimah menurut keyakinan mereka tiga kali lipat dari isi Al-Qur'an.

1366 H: Terbit koran Rafidhah bernama Barjamul Islam, yang menyatakan Karbala' lebih mulia daripada Makkah. Shalat dan thawaf mengelilingi makam Husain di Karbala' menurut mereka lebih mulia daripada shalat di masjidil Haram dan thawaf mengelilingi Ka'bah di Makkah.

1389 H: Pemimpin agama tertinggi Rafidhah Iran, Ayatollah Khameini menerbitkan bukunya Wilayatul Faqih al-Hukumah al-Islamiyah. Di antara kekafirannya dalam bukunya tersebut terdapat pada hal. 35, Khameini menulis: "Sesungguhnya di antara perkara yang pasti dalam madzhab kami adalah keyakinan bahwa para imam kami memiliki kedudukan yang tidak mampu digapai oleh seorang malaikat yang dekat dengan Allah maupun seorang nabi yang diutus oleh Allah."

1399 H: Berdiri Republik Rafidhah Iran dengan pemimpin pertamanya Khameini setelah menggulingkan pemerintahan Shah Pahlevi. Di antara ciri khasnya adalah melakukan demonstrasi dan perusakan di kota suci Makkah pada musim haji setiap tahun dengan mengatas namakan revolusi Islam.

1400 H: Pada tanggal 15 Sya'ban Khameini menyampaikan khutbah dalam peringatan yang disebut ‘maulid imam al-mahdi'. Di antara isi khutbahnya saat itu adalah perkataannya, "Seluruh nabi datang untuk membina pondasi-pondasi keadilan di dunia namun mereka tidak berhasil. Bahkan Nabi SAW penutup para nabi yang datang untuk memperbaiki kondisi manusia dan merealisasikan keadilan, juga tidak berhasil melakukan hal itu pada masa hidupnya…sosok yang akan sukses dalam tugas itu dan membina pondasi-pondasi keadilan di seluruh penjur dunia serta meluruskan penyimpangan-penyimpangan adalah imam al-Mahdi al-muntazhar."

1407 H: Orang-orang Rafidhah yang berafiliasi ke negara Rafidhah Iran melakukan kekacauan dan perusakan di kota Makkah pada musim haji. Ribuan orang Rafidhah menyamar sebagai jama'ah haji Iran, melakukan demonstrasi pada hari Jum'at, melakukan penyerbuan, pembunuhan, dan perusakan di kota suci Makkah. Dalam peristiwa itu, mereka membunuh 402 orang, sebanyak 85 orang korban adalah polisi dan warga Saudi. Sisanya adalah jama'ah haji dari berbagai negara. Mereka juga menyerbu, menghancurkan, dan membakar toko-toko dan kendaraan-kendaraan beserta orang di dalamnya di Makkah. Tindakan biadab tersebut mencontoh jejak nenek moyang mereka, Qaramithah Rafidhah.

1408 H: Konferensi Islam III yang diadakan oleh Rabithah Alam Islami di Makkah mengeluarkan fatwa kafirnya Ayatollah Khameini.

1409 H: Orang-orang Rafidhah menyamar sebagai jama'ah haji memasukkan bahan peledak secara sembunyi-sembunyi ke wilayah Makkah. Pda sore tanggal 7 Dzulhijah, mereka meledakkan bom di sekitar masjidil Haram. Seorang jama'ah haji dari Pakistan meninggal akibat ledakan tersebut, sedangkan 16 jama'ah haji lainnya mengalami luka-luka parah. Investigasi aparat keamanan Saudi pada tahun 1410 H membuahkan hasil penangkapan, pengadilan, dan pelaksanaan hukuman mati terhadap 16 orang Rafidhah yang terlibat dalam peledakan tersebut.

1410 H: Pemimpin tertinggi Rafidhah Iran, Ayatollah Khameini meninggal. Rafidhah Iran telah membangun di atas makamnya bangunan dan ‘Ka'bah' yang menyerupai Ka'bah di Makkah. Mereka berthawaf di sekeliling Ka'bah Khameini tersebut.

Abu Daud al-Filasthini

 Artikel By : Arrahmah.com

Tank tentara Zionis kembali memasuki Gaza untuk pertama kalinya sejak "gencatan senjata"

Tank dan buldoser tentara Zionis kembali memasuki Gaza untuk pertama kalinya sejak "gencatan senjata" setelah serangan selama delapan hari di Jalur Gaza yang membunuh puluhan warga sipil Muslim Palestina.
Sumber-sumber lokal melaporkan pada Senin (10/12/2012) bahwa tank dan buldoser tentara penjajah Yahudi meluncurkan serangan singkat ke kota Khan Younis di Gaza selatan.
Serangan tersebut datang untuk pertama kalinya setelah Mesir menjadi mediasi "gencatan senjata".  Namun ini bukan pertama kalinya militer Zionis telah melanggar kesepakatan gencatan senjata.
Pada tanggal 23 November, pasukan penjajah Yahudi menembaki sekelompok petani di desa Khuzaa, timur Khan Younis, menewaskan seorang pemuda Palestina dan melukai tujuh lainnya hanya dua hari setelah "gencatan senjata" berlaku.
Lebih dari 160 warga Muslim Palestina gugur termasuk perempuan dan anak-anak dan sekitar 1.200 lainnya terluka dalam serangan udara pengecut oleh pasukan penjajah Yahudi yang dilakukan selama delapan hari berturut-turut di Jalur Gaza.
Pejuang Palestina meresponnya dengan menembakkan ratusan roket dan rudal ke kota-kota "Israel" yang menewaskan sedikitnya lima warga "Israel" termasuk seorang tentara.

Artikel By : Arrahmah.com

Bagaimana Kaum Yahudi Mendirikan Negara Israel?

 Banyak diantara kaum Muslimin yang tidak mengetahui, tentang kisah di balik bangsa Yahudi yang memimpikan berdirinya sebuah negara, walaupun negara itu sudah dihuni oleh bangsa Palestina selama berabad-abad.
Hal itu diungkapkan ustadz Fuad Al Hazimi saat menyampaikan kuliah shubuh dengan tema, “Dari Negara Tanpa Bangsa Menjadi Bangsa Tanpa Negara; Sejarah Panjang Penjajahan Yahudi Atas Palestina.”
Lebih lanjut, mantan Imam Masjid Al Hijrah Sydney NSW Australia itu menjelaskan bahwa Yahudi telah lama memimpikan sebuah negara Israel Raya.
“Negara tanpa bangsa itulah Israel yang memimpikan Israel Raya. Ibaratnya, ada seseorang yang mengaku bahwa mbahnya pernah mimpi bahwa kamu (cucuku) berhak atas tanah yang ditinggali oleh orang lain itu. Lalu tiba-tiba dia katakan pada orang yang punya tanah itu, wahai orang yang tinggal di sini dulu mbah saya pernah berwasiat bahwa tanah ini punya saya, padahal orang yang memiliki tanah itu sudah tinggal berabad-abad.
Sementara, bangsa tanpa negara itu adalah Palestina. Penduduknya kocar-kacir kemana-mana sehingga sampai hari ini ada saja yang masih tidak mengakui negara Palestina,” jelasnya di hadapan jamaah masjid jami’ Al-Ukhuwah, Palem Semi, Tangerang, Ahad (9/12/2012).


Ironisnya, menurut ustadz Fuad Al Hazimi ternyata negara tanpa bangsa itu (Israel) justru berawal dari keyakinan Yahudi akan janji dalam kitabnya. Sedangkan bangsa tanpa negara saat ini (Palestina) justru karena tidak berdirinya kaum muslimin dengan kitab sucinya.
“Orang kafir meyakini kitab sucinya, orang muslim malah tidak percaya dengan janji-janji Allah dan peringatan dari Allah tentang situasi dan kondisi tersebut,” ungkapnya.
Ustadz Fuad pun menyitir sebuah ayat dalam Bible tentang janji terhadap orang-orang Yahudi yang kelak menjadi sebuah bangsa.
Thus saith the LORD, which giveth the sun for a light by day, and the ordinances of the moon and of the stars for a light by night, which divideth the sea when the waves thereof roar; The LORD of hosts is his name:  If those ordinances depart from before me, saith the LORD, then the seed of Israel also shall cease from being a nation before me for ever.
Beginilah firman TUHAN, yang memberi matahari untuk menerangi siang, yang menetapkan bulan dan bintang-bintang untuk menerangi malam, yang mengharu biru laut, sehingga gelombang-gelombangnya ribut, -- TUHAN semesta alam nama-Nya: Sesungguhnya, seperti ketetapan-ketetapan ini tidak akan beralih dari hadapan-Ku, demikianlah firman TUHAN, demikianlah keturunan Israel juga tidak akan berhenti menjadi bangsa di hadapan-Ku untuk sepanjang waktu.” (Yeremia 31: 35-36).


Berdasarkan ayat Bible tersebut, akhirnya orang-orang Yahudi atas izin PBB mendirikan sebuah negara agama satu-satunya di dunia yaitu Israel. Sementara kaum muslimin yang ingin menjadikan Islam sebagai dasar negara justru dilarang.
“Inilah ayat yang mereka yakini untuk mendirikan sebuah bangsa negara agama Yahudi. Maka satu-satunya agama yang diizinkan oleh PBB dan antek-anteknya untuk menjadi bangsa, negara, sekaligus agama adalah Yahudi. Sementara umat Islam tidak boleh, Islam hanya boleh mengatur urusan pribadi sedangkan negara adalah urusan lain,” tuturnya.
Selanjutnya, Theodore Herzl seorang tokoh Yahudi kelahiran Budapest menggagas berdirinya Negara Yahudi. Tujuannya untuk membuat negara bagi orang Yahudi di Palestina, didukung oleh uang hasil sumbangan dari seluruh orang Yahudi di dunia. Herzl ini juga dikenal pendiri Zionisme.

Dalam slide yang dipaparkan ustadz Fuad Al Hazimi mengungkapkan bahwa tahun 1897  Theodore Herzl menggelar kongres Zionis sedunia di Basel Swiss. Peserta Kongres I Zionis mengeluarkan resolusi, yang isinya: Bahwa umat Yahudi tidaklah sekedar umat beragama, namun adalah bangsa dengan tekad bulat untuk hidup secara berbangsa dan bernegara. Dalam resolusi itu, kaum zionis menuntut tanah air bagi umat Yahudi – walaupun secara rahasia – pada “tanah yang bersejarah bagi mereka” atau “Tanah Yang Dijanjikan Allah” yaitu Palestina. Sebelumnya Inggris hampir menjanjikan “tanah protektorat Uganda atau di Amerika Latin” ! Di kongres itu, Herzl menyebut, Zionisme adalah jawaban bagi “diskriminasi dan penindasan” atas umat Yahudi yang telah berlangsung ratusan tahun.
Pergerakan ini mengenang kembali bahwa nasib umat Yahudi hanya bisa diselesaikan di tangan umat Yahudi sendiri. Di depan kongres, Herzl berkata, “…Akan aku dirikan sebuah negara Yahudi. Jika aku mengatakan itu hari ini, mungkin seluruh dunia akan menertawakanku. Atau bisa jadi 5 dalam tahun. Namun   yang pasti adalah dalam 50 tahun setiap orang akan menyaksikannya”  (Negara Israel didirikan Mei 1948, 50 tahun 3 bulan, setelah catatan Herzl tersebut). 
[Ahmed Widad]

Artikel By : Vos Islam

Sabtu, 08 Desember 2012

Hakikat dan Buah Ilmu, Sebuah Rahasia Kejayaan

 Dari ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah akan mengangkat sebagian kaum dengan Kitab ini, dan akan merendahkan sebagian kaum yang lain dengannya pula.” (HR. Muslim dalam Kitab Sholat al-Musafirin [817]).

Shofwan bin ‘Asal al-Muradi berkata: Aku pernah datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka aku berkata, “Wahai Rasulullah, aku datang untuk menuntut ilmu.” Beliau pun menjawab, “Selamat datang, wahai penuntut ilmu. Sesungguhnya penuntut ilmu diliputi oleh para malaikat dan mereka menaunginya dengan sayap-sayap mereka. Kemudian sebagian mereka (malaikat, pent) menaiki sebagian yang lain sampai ke langit dunia karena mencintai apa yang mereka lakukan.” (lihat Akhlaq al-’Ulama, hal. 37).

Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebagian di antara tanda dekatnya hari kiamat adalah diangkatnya ilmu, kebodohan merajalela, khamr ditenggak, dan perzinaan merebak.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-’Ilm[80] dan Muslim dalam Kitab al-’Ilm [2671]). Yang dimaksud terangkatnya ilmu bukanlah dicabutnya ilmu secara langsung dari dada-dada manusia. Akan tetapi yang dimaksud adalah meninggalnya para ulama atau orang-orang yang mengemban ilmu tersebut (lihatFath al-Bari [1/237]).

Hal itu telah dijelaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abdullah bin Amr al-Ash radhiyallahu’anhuma, “Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu itu secara tiba-tiba -dari dada manusia- akan tetapi Allah mencabut ilmu itu dengan cara mewafatkan para ulama. Sampai-sampai apabila tidak tersisa lagi orang alim maka orang-orang pun mengangkat pemimpin-pemimpin dari kalangan orang yang bodoh. Mereka pun ditanya dan berfatwa tanpa ilmu. Mereka itu sesat dan menyesatkan.” (HR. Bukhari dalamKitab al-’Ilm [100] dan Muslim dalam Kitab al-’Ilm [2673]).

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “… Kebutuhan kepada ilmu di atas kebutuhan kepada makanan, bahkan di atas kebutuhan kepada nafas. Keadaan paling buruk yang dialami orang yang tidak bisa bernafas adalah kehilangan kehidupan jasadnya. Adapun lenyapnya ilmu menyebabkan hilangnya kehidupan hati dan ruh. Oleh sebab itu setiap hamba tidak bisa terlepas darinya sekejap mata sekalipun. Apabila seseorang kehilangan ilmu akan mengakibatkan dirinya jauh lebih jelek daripada keledai. Bahkan, jauh lebih buruk daripada binatang di sisi Allah, sehingga tidak ada makhluk apapun yang lebih rendah daripada dirinya ketika itu.” (lihat al-’Ilmu, Syarafuhu wa Fadhluhu, hal. 96).

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah juga berkata, “Allah subhanahu menjadikan ilmu bagi hati laksana air hujan bagi tanah. Sebagaimana tanah/bumi tidak akan hidup kecuali dengan curahan air hujan, maka demikian pula tidak ada kehidupan bagi hati kecuali dengan ilmu.” (lihat al-’Ilmu, Syarafuhu wa Fadhluhu, hal. 227).

Imam al-Auza’i rahimahullah berkata, “Ilmu yang sebenarnya adalah apa yang datang dari para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ilmu apapun yang tidak berada di atas jalan itu maka pada hakikatnya itu bukanlah ilmu.” (lihat Da’a’im Minhaj an-Nubuwwah, hal. 390-391).

Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah berkata, “Ilmu tidak diukur semata-mata dengan banyaknya riwayat atau banyaknya pembicaraan. Akan tetapi ia adalah cahaya yang ditanamkan ke dalam hati. Dengan ilmu itulah seorang hamba bisa memahami kebenaran. Dengannya pula seorang hamba bisa membedakan antara kebenaran dengan kebatilan. Orang yang benar-benar berilmu akan bisa mengungkapkan ilmunya dengan kata-kata yang ringkas dan tepat sasaran.” (lihat Qowa’id fi at-Ta’amul ma’al ‘Ulama, hal. 39).

Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata kepada para sahabatnya, “Sesungguhnya kalian sekarang ini berada di masa para ulamanya masih banyak dan tukang ceramahnya sedikit. Dan akan datang suatu masa setelah kalian dimana tukang ceramahnya banyak namun ulamanya amat sedikit.” (lihat Qowa’id fi at-Ta’amul ma’al ‘Ulama, hal. 40).

Syaikh as-Sa’di rahimahullah menjelaskan, bahwa ahli ilmu yang sejati adalah orang-orang yang ilmunya telah sampai ke dalam hatinya, oleh sebab itu mereka bisa memahami berbagai perumpamaan yang diberikan oleh Allah di dalam ayat-ayat-Nya (lihat Qowa’id fi at-Ta’amul ma’al ‘Ulama, hal. 50).

Imam Ibnul A’rabi rahimahullah berkata, “Seorang yang berilmu tidak dikatakan sebagai alim robbani sampai dia menjadi orang yang -benar-benar- berilmu, mengajarkan ilmunya, dan juga mengamalkannya.” (lihat Fath al-Bari [1/197]).

Lebih daripada itu, ahli ilmu yang sejati adalah yang selalu merasa takut kepada Allah. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya yang benar-benar merasa takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu.” (QS. Fathir: 28). Karena ilmu dan rasa takutnya kepada Allah, maka para ulama menjadi orang-orang yang paling jauh dari hawa nafsu dan paling mendekati kebenaran sehingga pendapat mereka layak diperhitungkan dalam kacamata syari’at Islam (lihat Qowa’id fi at-Ta’amul ma’al ‘Ulama, hal. 52).

Masruq berkata, “Sekadar dengan kualitas ilmu yang dimiliki seseorang maka sekadar itulah rasa takutnya kepada Allah. Dan sekadar dengan tingkat kebodohannya maka sekadar itulah hilang rasa takutnya kepada Allah.” (lihat Syarh Shahih al-Bukhari karya Ibnu Baththal, 1/136).

Sa’id bin Jubair rahimahullah berkata, “Sesungguhnya rasa takut yang sejati itu adalah kamu takut kepada Allah sehingga menghalangi dirimu dari berbuat maksiat. Itulah rasa takut. Adapun dzikir adalah sikap taat kepada Allah. Siapa pun yang taat kepada Allah maka dia telah berdzikir kepada-Nya. Barangsiapa yang tidak taat kepada-Nya maka dia bukanlah orang yang -benar-benar- berdzikir kepada-Nya, meskipun dia banyak membaca tasbih dan tilawah al-Qur’an.” (lihat Sittu Durar min Ushul Ahli al-Atsar, hal. 31).

Ibnu Wahb menceritakan, suatu saat Abud Darda’ radhiyallahu’anhu berkata: Aku tidak takut apabila kelak ditanyakan kepadaku, Hai Uwaimir, apa yang sudah kamu ilmui?”. Namun, aku khawatir jika ditanyakan kepadaku, “Apa yang sudah kamu amalkan dari ilmu yang sudah kamu ketahui?”. Karena Allah tidak memberikan ilmu kepada seseorang selama dia hidup di dunia melainkan pasti  menanyainya pada hari kiamat (lihat Syarh Shahih al-Bukhari karya Ibnu Baththal, 1/136).

Ibnu Baththal berkata, “Barangsiapa yang mempelajari hadits demi memalingkan wajah-wajah manusia kepada dirinya maka kelak di akherat Allah akan memalingkan wajahnya menuju neraka.” (lihat Syarh Shahih al-Bukhari karya Ibnu Baththal, 1/136).

Waki’ bin al-Jarrah rahimahullah berkata, “Barangsiapa menimba ilmu hadits sebagaimana datangnya (apa adanya, pen) maka dia adalah pembela Sunnah. Dan barangsiapa yang menimba ilmu hadits untuk memperkuat pendapatnya semata maka dia adalah pembela bid’ah.” (lihat Mukadimah Tahqiq Kitab az-Zuhd karya Imam Waki’, hal. 69).

Hisyam ad-Dastuwa’i rahimahullah berkata, “Demi Allah, aku tidak mampu untuk berkata bahwa suatu hari aku pernah berangkat untuk menuntut hadits dalam keadaan ikhlas karena mengharap wajah Allah ‘azza wa jalla.” (lihat Ta’thirul Anfas, hal. 254).

Sa’ad bin Ibrahim rahimahullah pernah ditanya; Siapakah yang paling fakih (paham agama, pent) di antara ulama di Madinah? Maka beliau menjawab, “Yaitu orang yang paling bertakwa di antara mereka.” (lihat Ta’liqat Risalah Lathifah, hal. 44).

Ibnus Samak rahimahullah berkata, “Wahai saudaraku. Betapa banyak orang yang menyuruh orang lain untuk ingat kepada Allah sementara dia sendiri melupakan Allah. Betapa banyak orang yang menyuruh orang lain takut kepada Allah akan tetapi dia sendiri lancang kepada Allah. Betapa banyak orang yang mengajak ke jalan Allah sementara dia sendiri justru meninggalkan Allah. Dan betapa banyak orang yang membaca Kitab Allah sementara dirinya tidak terikat sama sekali dengan ayat-ayat Allah. Wassalam.” (lihatTa’thirul Anfas, hal. 570).

Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah mengatakan, “Barangsiapa yang rusak di antara ahli ibadah kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan orang Nasrani. Barangsiapa yang rusak di antara ahli ilmu kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan orang Yahudi.” Ibnul Qoyyim mengatakan, “Hal itu dikarenakan orang Nasrani beribadah tanpa ilmu sedangkan orang Yahudi mengetahui kebenaran akan tetapi mereka justru berpaling darinya.” (lihat Ighatsat al-Lahfan, hal. 36).

Imam Ibnul Qoyyim rahimahulllah berkata, “… Seandainya ilmu bisa bermanfaat tanpa amalan niscaya Allah Yang Maha Suci tidak akan mencela para pendeta Ahli Kitab. Dan jika seandainya amalan bisa bermanfaat tanpa adanya keikhlasan niscaya Allah juga tidak akan mencela orang-orang munafik.” (lihat al-Fawa’id, hal. 34).

Sufyan rahimahullah pernah ditanya, “Menuntut ilmu yang lebih kau sukai ataukah beramal?”. Beliau menjawab, “Sesungguhnya ilmu itu dimaksudkan untuk beramal, maka jangan tinggalkan menuntut ilmu dengan dalih untuk fokus beramal, dan jangan tinggalkan amal dengan dalih untuk fokus menuntut ilmu.” (lihat Tsamrat al-’Ilmi al-’Amal, hal. 44-45).

Abu Abdillah ar-Rudzabari rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang berangkat menimba ilmu sementara yang dia inginkan semata-mata ilmu, maka ilmunya tidak akan bermanfaat baginya. Dan barangsiapa yang berangkat menimba ilmu dalam rangka mengamalkan ilmu, niscaya ilmu yang sedikit pun akan bermanfaat baginya.” (lihat al-Muntakhab min Kitab az-Zuhd wa ar-Raqaa’iq, hal. 71).

Yusuf bin al-Husain menceritakan: Aku bertanya kepada Dzun Nun tatkala perpisahanku dengannya, “Kepada siapakah aku duduk/berteman dan belajar?”. Beliau menjawab, “Hendaknya kamu duduk bersama orang yang dengan melihatnya akan mengingatkan dirimu kepada Allah. Kamu memiliki rasa segan kepadanya di dalam hatimu. Orang yang pembicaraannya bisa menambah ilmumu. Orang yang tingkah lakunya membuatmu semakin zuhud kepada dunia. Bahkan, kamu pun tidak mau bermaksiat kepada Allah selama kamu sedang berada di sisinya. Dia memberikan nasehat kepadamu dengan perbuatannya, dan tidak menasehatimu dengan ucapannya semata.” (lihat al-Muntakhab min Kitab az-Zuhd wa ar-Raqaa’iq, hal. 71-72).

Syaikh Abdurrazzaq al-Badr menceritakan: Suatu saat aku mengunjungi salah seorang bapak tua yang rajin beribadah di suatu masjid tempat dia biasa mengerjakan sholat. Beliau adalah orang yang sangat rajin beribadah. Ketika itu dia sedang duduk di masjid -menunggu tibanya waktu sholat setelah sholat sebelumnya- maka akupun mengucapkan salam kepadanya dan berbincang-bincang dengannya. Aku  berkata kepadanya, “Masya Allah, di daerah kalian ini banyak terdapat para penuntut ilmu.” Dia berkata, “Daerah kami ini!”. Kukatakan, “Iya benar, di daerah kalian ini masya Allah banyak penuntut ilmu.” Dia berkata, “Daerah kami ini!”. Dia mengulangi perkataannya kepadaku dengan nada mengingkari. “Daerah kami ini?!”. Kukatakan, “Iya, benar.” Maka dia berkata, “Wahai puteraku! Orang yang tidak menjaga sholat berjama’ah tidak layak disebut sebagai seorang penuntut ilmu.” (lihat Tsamrat al-’Ilmi al-’Amal, hal. 36-37).

Bertakwalah, Wahai Para Penimba Ilmu!

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian bertakwa kepada Allah niscaya Allah akan menjadikan untuk kalian furqan, menghapuskan dosa-dosa kalian dan mengampuninya untuk kalian. Allah lah pemilik keutamaan yang sangat besar.” (QS. Al-Anfal: 29).

Tatkala seorang hamba menunaikan ketakwaan kepada Rabb-nya maka itu merupakan tanda kebahagiaan dan alamat kemenangan baginya. Allah telah menyiapkan balasan yang melimpah berupa kebaikan di dunia dan di akhirat bagi orang yang bertakwa. Dalam ayat di atas, Allah menyebutkan bahwa orang yang bertakwa kepada Allah akan memetik empat keutamaan:

  1. 1. Furqan; yaitu berupa ilmu dan hidayah yang dengannya ia bisa membedakan antara petunjuk dengan kesesatan, antara kebenaran dengan kebatilan, antara halal dengan haram, antara golongan orang yang berbahagia dengan golongan orang yang celaka.
  2. 2. Dihapuskannya dosa.
  3. 3. Pengampunan atas dosa. Kedua istilah ini sama maksudnya jika disebutkan dalam keadaan terpisah dari yang satunya. Adapun jika disebutkan secara beriringan, maka yang dimaksud dengan penghapusan dosa adalah untuk dosa-dosa kecil sedangkan yang dimaksud dengan pengampunan dosa ialah untuk dosa-dosa besar.
  4. 4. Pahala dan ganjaran yang melimpah ruah bagi orang-orang yang bertakwa kepada-Nya dan lebih mengutamakan keridhoan-Nya di atas hawa nafsu mereka (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 319 cet. Ar-Risalah).

Ciri orang yang bertakwa itu adalah orang-orang yang menghiasi dirinya dengan aqidah sahihah dan amal salih; baik amal batin maupun amal lahiriyah. Sebagaimana telah ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya (yang artinya), “Yaitu orang-orang yang beriman terhadap perkara gaib, mendirikan sholat, dan menyisihkan infak dari sebagian rizki yang Kami berikan kepada mereka. Dan orang-orang yang beriman terhadap apa yang diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang diwahyukan -kepada nabi-nabi- sebelummu. Dan terhadap akhirat mereka pun meyakininya.” (QS. Al-Baqarah: 3-4).

Dalam ayat ini, Allah menjelaskan bahwa ciri utama orang yang bertakwa adalah mengimani perkara yang gaib. Hakikat iman itu sendiri adalah membenarkan secara pasti terhadap segala yang diberitakan oleh para rasul, yang di dalam pembenaran itu telah terkandung ketundukan anggota badan terhadap ajaran mereka. Memang, yang menjadi ukuran utama keimanan bukanlah keyakinan terhadap perkara yang terjangkau oleh indera. Sebab hal itu tidaklah membedakan antara orang yang muslim dengan yang kafir. Sesungguhnya yang menjadi karakter ketakwaan yang paling utama adalah iman terhadap perkara gaib; sesuatu yang tidak bisa kita lihat secara langsung dan tidak kita saksikan (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 40 cet. Ar-Risalah).

Wallahu a’lam. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

_

Penulis: Ari Wahyudi
Artikel Muslim.Or.Id Hakikat dan Buah Ilmu, Sebuah Rahasia Kejayaan

Rabu, 05 Desember 2012

Jangan Lupakan Tauhid


 Masalah tauhid adalah masalah yang sangat penting. Ia merupakan asas tegaknya agama. Muatan utama ayat-ayat al-Qur’an dan misi pokok dakwah seluruh para nabi dan rasul.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh telah Kami utus kepada setiap umat seorang rasul yang mengajak: Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (QS. An-Nahl: 36)
Sebuah materi dakwah yang tidak akan lekang oleh zaman dan terus dibutuhkan oleh siapa saja; orang miskin maupun orang kaya, orang tua maupun anak muda, penduduk kota maupun penduduk desa, pejabat maupun rakyat jelata.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan ingatlah ketika Luqman memberikan nasehat kepada anaknya: Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya syirik adalah kezaliman yang sangat besar.” (QS. Luqman: 13)
Dari ‘Itban bin Malik radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan api neraka kepada orang yang mengucapkan laa ilaha illallah dengan ikhlas karena ingin mencari wajah Allah.” (HR. Bukhari dalam Kitab ash-Sholah [425] dan Muslim dalam Kitab al-Iman [33])
Dalam suatu kesempatan ceramah, Syaikh Walid Saifun Nashr hafizhahullah -salah seorang murid Syaikh al-Albani rahimahullah- menasehatkan kepada kita untuk selalu memperhatikan masalah tauhid dan tidak menyepelekannya.
Beliau berkata:
Masalah paling besar yang diperhatikan ulama salaf apa? Bukan amalan anggota badan, akan tetapi [amalan] hati dan ikhlas dalam beramal…
Oleh sebab itu, Yusuf bin al-Husain -salah seorang salaf- berkata, “Sesuatu yang paling sulit di dunia ini adalah ikhlas…Betapa sering aku berusaha menyingkirkan riya’ dari dalam hatiku, tetapi seolah-olah ia muncul kembali di dalamnya dengan warna yang berbeda.”
Demikianlah, ia mempermainkan hati, terkadang ia berpaling ke kanan atau ke kiri. Sehingga sulit menggapai keikhlasan.
Sahl bin Abdullah berkata, “Tidak ada sesuatu yang lebih berat bagi jiwa (nafsu) daripada ikhlas. Sebab di dalamnya hawa nafsu tidak mendapat jatah sedikitpun.” Senang dipuji, suka disanjung… Hawa nafsu memang menyimpan banyak keinginan (ambisi)…
Oleh sebab itu, Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Syarat -memurnikan- niat itu sangatlah berat.” Semoga Allah merahmati beliau.
Sufyan ats-Tsauri berkata, “Tidaklah aku menyembuhkan sesuatu yang lebih susah daripada niatku… Karena ia sering berbolak-balik.”
Oleh sebab itu semestinya bagi saudara-saudara kami, saya menasehati diri saya sendiri dan juga mereka untuk terus melazimi tauhid, bersemangat di dalamnya, dan terus-menerus berdoa kepada Allah agar mereka tetap istiqomah di atasnya.
Hendaknya mereka memohon kepada Allah jalla wa ‘ala supaya Allah membantu mereka untuk bisa teguh di atas tauhid, dan memberikan taufik kepada mereka untuk itu…
Masalah ini bukan masalah sepele, saudara-saudara sekalian…
Beliau juga menjelaskan:
Manusia, bisa jadi mereka adalah orang yang tidak mengerti tauhid -secara global maupun terperinci- maka orang semacam ini jelas wajib untuk mempelajarinya…
Atau bisa jadi mereka adalah orang yang mengerti tauhid secara global tapi tidak secara rinci… maka orang semacam ini wajib belajar rinciannya…
Atau bisa jadi mereka adalah orang yang telah mengetahui tauhid secara global dan terperinci… maka mereka pun tetap butuh untuk senantiasa diingatkan tentang tauhid…serta terus mempelajarinya dan tidak berhenti darinya…
Jangan berdalih dengan perkataan, “Saya ‘kan sudah menyelesaikan Kitab Tauhid.” atau mengatakan, “Saya sudah menuntaskan pembahasan masalah tauhid.” atau berkata, “Isu seputar tauhid sudah habis. Sehingga kita pindah saja kepada isu yang lain.”
Tidak demikian…
Sebab, tauhid tidaklah ditinggalkan menuju selainnya…tetapi tauhid harus senantiasa dibawa beserta yang lainnya. Kebutuhan kita terhadap tauhid lebih besar daripada kebutuhan kita terhadap air dan udara…
Beliau juga menegaskan:
Jadi, tauhid adalah misi dakwah seluruh rasul dan nabi. Ini adalah manhaj dakwah yang tidak berubah.. Dan kita pun tidak boleh merubahnya, dengan alasan apapun. Semisal, kita katakan, “Demi menyesuaikan dengan tuntutan zaman, dsb.” yang dengan alasan semacam itu kita merubah titik tolak dakwah dan mengganti manhaj dakwah.
Atau mengatakan bahwa semestinya sekarang dakwah kita mulai dengan masalah akhlak, atau sebaiknya kita mulai dengan masalah ini atau itu… Tidaklah demikian. Tidaklah kita memulai dakwah kecuali dengan apa yang dimulai oleh para rasul…
Inilah dakwah para rasul dan para nabi yang semestinya kita -semua- menunaikan tugas [dakwah] ini dengan baik; yang seharusnya kita tetap hidup di atasnya dan mati di atasnya pula. Baarakallahu fiikum.
Sumber: Video al-I’tisham bi as-Sunnah, al-sunna.net
Demikianlah cuplikan nasehat ulama yang bisa kami sajikan ke tengah pembaca sekalian. Semoga bisa menambah keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah ta’ala. 
Artikel Muslim.Or.Id

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting Coupons